Blog
APAKAH HARTA BAYI DAN MAJNUN WAJIB ZAKAT?
- April 14, 2015
- Posted by: LAZNas Chevron
- Category: Konsultasi Syariah

APAKAH HARTA BAYI DAN MAJNUN WAJIB ZAKAT?
Oleh: H. Mohd. Yusuf Hasibuan, Lc.
Pada abad modern ini pembahasan zakat sangat diminati. Khususnya permasalahan harta bayi dan majnun apakah wajib di keluarkan zakat atau tidak?. Pertanyaan-pertanyaan ini sering dilontarkan oleh masyarakat. Maka disini penulis akan membahas hukum boleh atau tidak harta mereka dizakati. Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan harta bayi dan majnun (orang yang tidak berakal) apakah wajb dizakati atau tidak?. Menurut sebagian ulama mewajibkan zakat bagi harta bayi dan Majnun sedangkan sebaginnya lagi tidak mewajibkan. Dan penjelasannya sebagaimana yang tertera dibawah ini.
1. Harta Bayi dan Majnun Wajib di zakati
A. Yang berpendapat hukumnya wajib dari para sahabat yaitu Umar Bin Khattab, Abbdullah Bin Umar, Ali Bin Abi Thalib, ‘Aisyah dan Jabir. Pendapat yang sama juga disampaikan dari para tabi’in ‘Atho, Jabir Bin Zaid bahkan para ulama dari empat mazhab seperti Imam Ahmad, Imam Syafi’i dan Imam Malik menyatakan wajib hukumnya harta anak bayi dan Majnun dikeluarkan.
B. Dalil-dalil yang mewajibkan harta Anak Bayi dan Majnun wajib dizakati sebagai berikut: → Dalil dari Al-Quran
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”(QS. At-Taubah: 103)
Abu Muhammad Bin Hajm menyatakan: bahwa ayat diatas menerangkan secara umum yaitu semua usia baik yang kecil maupun yang dewasa begitu juga halnya dengan yang berakal maupun tidak berakal (Majnun). Karena mereka di dalam ayatnya menjelaskan tentang pensucian harta orang-orang yang beriman dan semua usia membutuhkan pensucian harta.
→ Dalil dari Hadist sebagaimana sabda baginda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim. Rasulullah menyatakan kepada Mu’az Bin Jabal ketika dikirim ke Yaman.
فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لِذُلِكَ فَاَعْلِمُهُمْ اَنَّ اﷲَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ٠
Artinya: “Apabila mereka telah mematuhi hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat. Yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka, kemudian diserahkan kepada orang-orang fakir mereka.”
Dari hadist ini sudah jelas bahwa yang diambil hartanya tidak ditentukan usia dan keadaan begitu juga penerima zakat tidak ditentukan usia dan keadaan atau kondisi calon mustahik.
Rasulullah Saw juga bersabda didalam hadist yang lain “bahwa harta anak yatim dikenakan zakat apabila sudah sampai nishab.” (HR. Thabrani) begitu juga pesan umar Bin Khattab Ra bahwa “barangsiapa yang menjadi wali anak yatim harus memperhatikan perihal harta benda milik anak yatim apabila sampai nishabnya hendaklah mengeluarkan zakatnya.”
→ Dalil dan Pendapat dari para sahabat Umar Bin Khattab Ra dan ‘Aisyah Ra bahwa menyatakan bahwa harta milih anak dibawah umur wajib zakat. Karena yang menjadi pembahasan dasar adalah harta bukan personal atau individual. Setiap individual memiliki kewajiban untuk pensucian dengan berwudu begitu juga halnya dengan harta benda membutuhkan pensucian.
→ Dari dalil ‘Aqal menurut Imam Malik bahwa harta benda milik anak dibawah umur atau bayi sebaiknya disucikan dengan berinfak maupun berzakat sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. Maka seorang wali dari bayi dan Majnun harus melaksanakan zakat dari harta benda mereka bahkan dalam menafkahi keluarga anak bayi dan majnun termasuk tugas wali. Dan menurut Imam Abu Hanifah An-Nu’man sebaiknya meminta izin ketika bayi telah dewasa atau baligh dan meminta izin kepada si Majnun ketika setelah sembuh.
2. Harta Anak Bayi dan Majnun Tidak Wajib di zakati
B. Yang berpendapat harta anak bayi tidak wajib dari Abu ‘Ubaid dan Sya’bi didalam buku Al-Amwal “bahwa tidak ada zakat didalam harta anak yatim.” Sedangkan Imam Abu hanifah menjelaskan bahwa harta anak yatim tidak wajib zakat apabila hartanya tidak berkembang. Sedangkan apabila berkembang dan dijadikan usaha maka hukumnya wajib apabila sampai nishabnya.
→ Dalil-dalilnya bahwa ibadah zakat sama seperti ibadah shalat. Dan ibadah shalat membutuhkan niat dan baligh. Maka anak bayi dan Majnun mereka tidak wajib zakat karena mereka tidak bisa melafazkan niat dan belum baligh bahkan mereka belum dikenakan hukum taklifi. Allah Swt berfirman
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”(QS. At-Taubah: 103) didalam ayat ini dijelaskan bahwa pensucian adalah bagi mereka yang memiliki dosa. Sedangkan anak bayi dan Majnun mereka tidak terkena dosa. Meskipun harta benda mereka harus disucikan maka mereka berdua tidak termasuk didalam permasalahan ini. Berbeda halnya jikalau mereka dikenakan hukum taklifi setelah baligh dan setelah sembuh dari kepikunan.
→ Dalil dari Hadist bahwa baginda Rasulullah Saw bersabda yang artinya “ada tiga perkara yang diampuni Allah Swt pertama: Bayi sampai baligh, kedua: orang yang tertidur sampai bangun dari tidurnya, dan ketiga: orang yang tidak berakal atau tidak waras sampai sembuh.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
→ Dalil ‘Aqal menurut imam Hasan Bashri bahwa anak bayi dan Majnun tidaklah memiliki kemampuan dalam melaksanakan pengembangan harta atau bisnis. Karena harta yang ada bersama mereka belum tentu bisa mencukupi hidup mereka sampai mereka baligh dan sembuh. Maka tidak ada kewajiban mereka berzakat sebagai tanda kemaslahatan mereka dimasa yang akan datang. Kecuali harta benda mereka di kembangkan dengan bertani, berbisnis mudharabah dan disewakan dan seterusnya maka dalam hal ini boleh di zakati dengan syarat harus diberitahu ketika mereka baligh dan sembuh.
Maka menurut penulis bahwa hasil telaah dan penelitian bahwa harta anak bayi dan Majnun hukumnya wajib zakat. Karena dalil yang paling Rajih atau kuat adalah yang mewajibkan dari mulai isnad didalam hadist shahih dan bisa dipertanggungjawabkan. Bahwa yang dilihat disini bukanlah kewajibannya saja akantetapi kemaslahatan yang dihasilkan sangat berdampak positif bagi kemaslahatan orang-orang faqir-miskin. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ، لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya: “ Dan Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin (yang meminta-minta) dan bagi orang yang tidak memiliki apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS. Al-Ma’arij: 24-25). Maka pada hakekatnya kewajiban zakat kepada harta anak bayi dan Majnun sebagai bentuk keadilan Allah Swt kepada hambanya dalam hal pensucian harta. Karena hakekat zakat memiliki makna tumbuh dan berkembang. Semakin dikeluarkan zakat harta anak bayi maka semakin berkembang harta mereka. Semoga dengan tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kita semua dan hanya Allah Swt yang maha mengetahui dan bijaksana.
Pada abad modern ini pembahasan zakat sangat diminati. Khususnya permasalahan harta bayi dan majnun apakah wajib di keluarkan zakat atau tidak?. Pertanyaan-pertanyaan ini sering dilontarkan oleh masyarakat. Maka disini penulis akan membahas hukum boleh atau tidak harta mereka dizakati. Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan harta bayi dan majnun (orang yang tidak berakal) apakah wajb dizakati atau tidak?. Menurut sebagian ulama mewajibkan zakat bagi harta bayi dan Majnun sedangkan sebaginnya lagi tidak mewajibkan. Dan penjelasannya sebagaimana yang tertera dibawah ini.
1. Harta Bayi dan Majnun Wajib di zakati
A. Yang berpendapat hukumnya wajib dari para sahabat yaitu Umar Bin Khattab, Abbdullah Bin Umar, Ali Bin Abi Thalib, ‘Aisyah dan Jabir. Pendapat yang sama juga disampaikan dari para tabi’in ‘Atho, Jabir Bin Zaid bahkan para ulama dari empat mazhab seperti Imam Ahmad, Imam Syafi’i dan Imam Malik menyatakan wajib hukumnya harta anak bayi dan Majnun dikeluarkan.
B. Dalil-dalil yang mewajibkan harta Anak Bayi dan Majnun wajib dizakati sebagai berikut: → Dalil dari Al-Quran
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”(QS. At-Taubah: 103)
Abu Muhammad Bin Hajm menyatakan: bahwa ayat diatas menerangkan secara umum yaitu semua usia baik yang kecil maupun yang dewasa begitu juga halnya dengan yang berakal maupun tidak berakal (Majnun). Karena mereka di dalam ayatnya menjelaskan tentang pensucian harta orang-orang yang beriman dan semua usia membutuhkan pensucian harta.
→ Dalil dari Hadist sebagaimana sabda baginda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim. Rasulullah menyatakan kepada Mu’az Bin Jabal ketika dikirim ke Yaman.
فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لِذُلِكَ فَاَعْلِمُهُمْ اَنَّ اﷲَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ٠
Artinya: “Apabila mereka telah mematuhi hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat. Yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka, kemudian diserahkan kepada orang-orang fakir mereka.”
Dari hadist ini sudah jelas bahwa yang diambil hartanya tidak ditentukan usia dan keadaan begitu juga penerima zakat tidak ditentukan usia dan keadaan atau kondisi calon mustahik.
Rasulullah Saw juga bersabda didalam hadist yang lain “bahwa harta anak yatim dikenakan zakat apabila sudah sampai nishab.” (HR. Thabrani) begitu juga pesan umar Bin Khattab Ra bahwa “barangsiapa yang menjadi wali anak yatim harus memperhatikan perihal harta benda milik anak yatim apabila sampai nishabnya hendaklah mengeluarkan zakatnya.”
→ Dalil dan Pendapat dari para sahabat Umar Bin Khattab Ra dan ‘Aisyah Ra bahwa menyatakan bahwa harta milih anak dibawah umur wajib zakat. Karena yang menjadi pembahasan dasar adalah harta bukan personal atau individual. Setiap individual memiliki kewajiban untuk pensucian dengan berwudu begitu juga halnya dengan harta benda membutuhkan pensucian.
→ Dari dalil ‘Aqal menurut Imam Malik bahwa harta benda milik anak dibawah umur atau bayi sebaiknya disucikan dengan berinfak maupun berzakat sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. Maka seorang wali dari bayi dan Majnun harus melaksanakan zakat dari harta benda mereka bahkan dalam menafkahi keluarga anak bayi dan majnun termasuk tugas wali. Dan menurut Imam Abu Hanifah An-Nu’man sebaiknya meminta izin ketika bayi telah dewasa atau baligh dan meminta izin kepada si Majnun ketika setelah sembuh.
2. Harta Anak Bayi dan Majnun Tidak Wajib di zakati
B. Yang berpendapat harta anak bayi tidak wajib dari Abu ‘Ubaid dan Sya’bi didalam buku Al-Amwal “bahwa tidak ada zakat didalam harta anak yatim.” Sedangkan Imam Abu hanifah menjelaskan bahwa harta anak yatim tidak wajib zakat apabila hartanya tidak berkembang. Sedangkan apabila berkembang dan dijadikan usaha maka hukumnya wajib apabila sampai nishabnya.
→ Dalil-dalilnya bahwa ibadah zakat sama seperti ibadah shalat. Dan ibadah shalat membutuhkan niat dan baligh. Maka anak bayi dan Majnun mereka tidak wajib zakat karena mereka tidak bisa melafazkan niat dan belum baligh bahkan mereka belum dikenakan hukum taklifi. Allah Swt berfirman
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”(QS. At-Taubah: 103) didalam ayat ini dijelaskan bahwa pensucian adalah bagi mereka yang memiliki dosa. Sedangkan anak bayi dan Majnun mereka tidak terkena dosa. Meskipun harta benda mereka harus disucikan maka mereka berdua tidak termasuk didalam permasalahan ini. Berbeda halnya jikalau mereka dikenakan hukum taklifi setelah baligh dan setelah sembuh dari kepikunan.
→ Dalil dari Hadist bahwa baginda Rasulullah Saw bersabda yang artinya “ada tiga perkara yang diampuni Allah Swt pertama: Bayi sampai baligh, kedua: orang yang tertidur sampai bangun dari tidurnya, dan ketiga: orang yang tidak berakal atau tidak waras sampai sembuh.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
→ Dalil ‘Aqal menurut imam Hasan Bashri bahwa anak bayi dan Majnun tidaklah memiliki kemampuan dalam melaksanakan pengembangan harta atau bisnis. Karena harta yang ada bersama mereka belum tentu bisa mencukupi hidup mereka sampai mereka baligh dan sembuh. Maka tidak ada kewajiban mereka berzakat sebagai tanda kemaslahatan mereka dimasa yang akan datang. Kecuali harta benda mereka di kembangkan dengan bertani, berbisnis mudharabah dan disewakan dan seterusnya maka dalam hal ini boleh di zakati dengan syarat harus diberitahu ketika mereka baligh dan sembuh.
Maka menurut penulis bahwa hasil telaah dan penelitian bahwa harta anak bayi dan Majnun hukumnya wajib zakat. Karena dalil yang paling Rajih atau kuat adalah yang mewajibkan dari mulai isnad didalam hadist shahih dan bisa dipertanggungjawabkan. Bahwa yang dilihat disini bukanlah kewajibannya saja akantetapi kemaslahatan yang dihasilkan sangat berdampak positif bagi kemaslahatan orang-orang faqir-miskin. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ، لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya: “ Dan Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin (yang meminta-minta) dan bagi orang yang tidak memiliki apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS. Al-Ma’arij: 24-25). Maka pada hakekatnya kewajiban zakat kepada harta anak bayi dan Majnun sebagai bentuk keadilan Allah Swt kepada hambanya dalam hal pensucian harta. Karena hakekat zakat memiliki makna tumbuh dan berkembang. Semakin dikeluarkan zakat harta anak bayi maka semakin berkembang harta mereka. Semoga dengan tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kita semua dan hanya Allah Swt yang maha mengetahui dan bijaksana.