Blog
PERILAKU KEDERMAWANAN DI IDUL ADHA
- September 19, 2014
- Posted by: LAZNas Chevron
- Category: Konsultasi Syariah

PERILAKU KEDERMAWANAN DI IDUL ADHA
J. Ardan Mardan, M.A.,M.M
”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
(Q.S. Al-Kautsar: 1-3)
Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah SWT yang Maha Rahman, telah memuliakan junjungan alam Muhammad SAW dengan berbagai karunia, yakni ”al kautsar”. Al-Kautsar bermakna: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al Islam, al Quran, katsratu al ummah (umat yang banyak), al itsar (mementingkan orang lain) , dan rif’atul dzikri (kedudukan yang tinggi) di dunia, kemudian telaga al Kautsar di Akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad SAW. Sedang bagi kita selaku umat beliau, semua itu merupakan kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratnya, maka semua karunia itu pun disediakan untuk kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena ketaatan dan taqarrub kepada Allah SWT, dan menyembelih binatang nahar sebagai sikap kesyukuran atas nikmat Allah yang tak terhitung, satuan maupun jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do’a dan banyak berkorban (tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justeru dengan jalan itu, karunia Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan pengorbanan. Jalan yang memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan.
Namun sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan, ”Inna Syaniaka Huwal Abtar.” Artinya disebabkan keengganan mengikuti sunnah Rasulullah SAW berupa penunaian shalat dan kurban, maka ”al abtaru” keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti. Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari.
Diantara syarat meraih ”al-Kautsar” di atas adalah dengan cara ’udhiyyah’ (menyembelih hewan kurban) dan ’tadhiyyah’ (pengorbanan). Keduanya sama-sama sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah. Jika menyembelih udhiyyah merupakan ibadah material yang ritual, maka tadhiyyah/pengorbanan di jalan Allah merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas. Tidak ada ruginya orang yang ber-udlhiyah dan ber-tadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk dalam kerangka multi Qurban dan multi Investasi.
Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Ibadah ini mendorong menumbuhkembangkan karakter kedermawanan. Kedermawanan di hari Kurban tidak hanya ditunjukkan melalui penyembelihan hewan kurban, namun pengorbanan demi tegaknya kalimat Allah dan pengorbanan dalam rangka meminimalisir kemunkaran di dunia juga bagian dari makna kedermawanan.
Luasnya makna kedermawanan ini dapat dilihat melalui hadits Rasulullah SAW, misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, menjelaskan bentuk-bentuk lain dari perilaku kedermawan yaitu:
“…tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh seseorang kepada kebaikan adalah sedekah, melarangnya dari kemungkaran adalah sedekah.” Seorang dermawan juga yang senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil, amar ma’ruf dan nahi munkar. Oleh karenanya, bagi yang belum mampu untuk menyembelih hewan kurban pada tahun ini, tidak hilang darinya meraih keutamaan ibadah udhiyyah dan tadhiyyah dalam bentuk pengorbanan lainnya.
Kedermawanan adalah bentuk investasi moral, yang mampu mengikir sifat kikir. Rasulullah SAW bersabda: “Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka melakukan kejahatan.”
Kedermawanan adalah investasi sosial, yang memberikan memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Q.S. An-nisa ayat 114 disebutkan: ”Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah niscaya berbalas pahala yang besar.”
Kedermawanan merupakan investasi ekonomi. Sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-lail, ayat 5-10: “Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”. Akhirnya kedermawanan adalah investasi akhirat.
Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah dan tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan untuk memajukan hidup, sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh kembangkan spirit kedermawanan, yang merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat tarikannya, pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke akuan untuk semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita, pemimpin rela mengorbankan akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan negarawan, menempatkan akunya dalam ke kitaan. Itulah yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang datang dari kita ”min anfusikum”, penuh perhatian pada kita ”azizun ’alaihi ma ’anittum”, selalu fokus kepada kepentingan kita ”harishun ’alaikum”, dan secara proporsional memberi kasih sayangnya kepada semua ”bil mukminina raufurrahim”.
Wallahu a’lam bishawab.