Blog
Gerakan Ekonomi Syariah Secara Kaffah
- Oktober 9, 2014
- Posted by: LAZNas Chevron
- Category: Konsultasi Syariah

Ekonomi syariah lahir, bergerak dan berkembang diawali oleh suatu keyakinan bahwa ajaran Islam adalah komprehensif, universal dan integral. Gerakan berekonomi syariah tidak dipelopori oleh mereka yang memiliki keyakinan parsial dalam mengimplementasikan syariat agama ini. Paradigma parsial hanya melahirkan dikotomi dalam beragama. Ini adalah penyakit, jika Islam tidak difahami secara kaffah (menyeluruh).
Islam yang kaffah menuntut berekonomi syariah secara kaffah pula. Kesuksesan gerakan ini harus dipelopori oleh para pelaku ekonomi yang memiliki pemahaman terhadap Islam secara kaffah. Idealnya, para simpatisan, praktisi, akademisi dan pakar ekonomi syariah memiliki falsafah berfikir komprehensif, universal dan integral tersebut. Ini adalah tuntutan aksiomatis dalam berekonomi syariah secara kaffah. Hal ini menunjukkan juga bahwa para pelaku ekonomi syariah tidak dapat mengabaikan aspek akidah dan akhlak dari gerakannya. Pada struktur bangunan rumah ekonomi Islam, maka pondasinya adalah akidah sebelum meraih falah (kemenangan), baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Semangat mengembangkan ekonomi syariah haruslah secara totalitas. Muatan totalitas tersebut meliputi ajaran akidah, syariah dan akhlak. Bagaimana instrumen-instrumen akidah, syariah dan akhlak mewarnai gerakan berekonomi? Ini menjadi tantangan bagi penggerak ekonomi syariah di negeri ini.
Ekonomi yang berakidah meyakini bahwa Allah sebagai tujuan hidup, harta bersumber dari-Nya dan hakikat harta adalah milik-Nya. Allah pun berhak mengatur peruntukan rezeki yang ada pada manusia. Manusia diberi kewenangan untuk mengelola harta dengan sebaik-baiknya dan mendistribusikannya untuk pos-pos kebaikan. Demikianlah aliran akidah ahlussunnah waljama’ah mengajarkan. Allah Swt telah menceritakan tentang kisah para pelaku ekonomi yang gagal di masanya disebabkan penyelewengan akidah, seperti kisah Karun, Firaun dan Haman. Ekonomi yang berakidah menuntut para pelaku ekonomi syariah senantiasa berada pada kondisi keimanan yang baik.
Ekonomi yang bersyariah menuntut agar implementasi ekonomi sesuai menurut mekanisme syariah Islam. Pengambilan keputusan dalam ekonomi syariah berlandaskan kepada pesan-pesan al-Quran, hadits dan konsensus para ulama Islam. Oleh karena itu, keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada institusi ekonomi syariah menjadi keniscayaan.
DPS merupakan institusi internal yang independen yang secara khusus memastikan kesesuaian pelaksanaan usaha-usaha pada institusi ekonomi syariah dengan syariah Islam. Regulasi ini telah diatur dalam Undang-Undang RI nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah menyebutkan bahwa bank syari’ah dan bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) mesti memiliki Dewan Pengawas Syari’ah. Keberadaan DPS tidak hanya pada lembaga perbankan syariah saja, namun pada semua institusi ekonomi syariah, seperti asuransi syariah, koperasi syariah, pasar modal syariah, BAZ/LAZ, pegadaian syariah, lembaga mikro syariah, hotel syariah, BMT, rumah sakit Islam, leasing syariah, dan lain-lain.
Di antara tugas DPS terhadap lembaga tersebut adalah: Pertama, memberikan pengarahan dan pengawasan (supervision) terhadap produk dan pelayanan serta kegiatan usaha lainnya agar sesuai dengan prinsip syariah. Kedua, melakukan pengawasan (supervision), baik secara aktif ataupun pasif, khususnya dalam pelaksanaan prinsip syariah. Ketiga, memberikan nasehat dan saran kepada direksi dan komisariat jenderal tentang pengelolaan syariah.
Untuk mengoptimalkan tugas dan fungsi DPS, maka diperlukan DPS yang memiliki kualifikasi keilmuan yang baik dan kualifikasi kemampuan untuk memberikan solusi terhadap segala perkembangan dan permasalahan kontemporer khususnya dalam konteks ekonomi syariah. Sesungguhnya permasalahan-permasalahan kekinian dalam berekonomi sangatlah kompleks, dimana permasalahan tersebut tidak pernah muncul pada era Rasulullah Saw dan para sahabat, pada saat yang sama juga permasalahan-permasalahan tersebut membutuhkan solusi yang tepat dan dapat membimbing umat dalam kegiatan berekonomi. Disinilah DPS memainkan peranannya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut baik klasik maupun kontemporer.
Ekonomi yang berakhlak (baca: akhlak mulia) merupakan buah dari realisasi akidah dan syariah dalam berekonomi. Ekonomi syariah menjunjung tinggi akhlak mulia. Ia wujud bukan dari kehendak budaya atau kebiasaan manusia, namun ia lahir secara spontan dari kehendak Yang Maha Pencipta yang merupakan representasi dari ibadah. Berakhlak mulia karena Allah. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, pelaku ekonomi syariah harus merealisasikan akhlak mulia secara komprehensif dalam kehidupannya termasuk dalam kegiatan ekonominya. Ironis memang, jika penggerak ekonomi syariah hanya menampilkan moral yang baik ketika berada di kantor (office). Namun, moral itu alpa ketika mereka di rumah, berliburan, di pasar, dll. Ironis memang, jika para penggerak ekonomi syariah masih menabung (saving) / meminjam (loan) uang melalui perbankan konvensional, sementara mereka senantiasa berkampanye agar masyarakat beralih ke perbankan syariah.
Ekonomi syariah yang berakhlak mulia telah dicontohkan Rasulullah Saw 14 abad silam. Islam mengajak kepada kebenaran dan kebaikan, kesabaran dan akhlak, mencegah seseorang untuk berbuat kepalsuan dan kemungkaran. Islam menyeru untuk menyantuni kaum dhu’afa dan melarang berbuat zhalim, melanggar hak orang lain dan menumpuk harta secara tidak halal. Intinya, akhlak mulia terintegrasi pada semua kegiatan konsumsi, produksi dan distribusi. Gerakan moralitas dalam berekonomi dipelopori juga oleh para ulama Islam pada masanya, seperti al-Mawardi (364 H-450 H), al-Ghazali (450 H-505 H), Ibn Taimiyah (661 H-728 H), al-Syatibi (790 H), Ibn Khaldun (732 H-808 H). Pemikiran-pemikiran ekonomi mereka telah mengikat moralitas yang merupakan bagian terpenting dalam ekonomi. Hal ini menjadikan ekonomi Islam tampil beda dengan ekonomi konvensional (sosialis & kapitalis).
Perkembangan ekonomi syariah di negeri ini kian memberikan harapan. Sosialisasi ekonomi syariah kian menjamur, ekspansi institusi ekonomi Islam kian bertambah dan meluas, regulasi tentang zakat dan perbankan syariah telah diluncurkan, penyempurnaan teknologi informasi pada institusi ekonomi syariah telah dilakukan, kesadaran masyarakat tentang ekonomi syariah meningkat dari yang sebelumnya, lembaga-lembaga pendidikan yang membuka mata kuliah, jurusan dan fakultas ekonomi Islam semakin bertambah, pertambahan aset dan laba keuangan syariah meningkat dari tahun ke tahun, ketahanan perbankan syariah terhadap krisis moneter telah teruji, sumber daya manusia ekonomi Islam kian membaik, nasabah dan stakeholder produk-produk ekonomi syariah kian bertambah. Indikator-indikator tersebut di atas tidak dapat bertahan, jika komitmen bersama gerakan ekonomi syariah yang kaffah tidak mampu dipertahankan. Gerakan ekonomi syariah yang kaffah akan melahirkan pengaruh yang menyeluruh dan universal bagi manusia dan alam dalam bentuk kesejahteraan dan keadilan yang universal pula. Wallahua’lam.