Blog
Dididik, Dibekali Keterampilan, Diberi Modal
- Oktober 10, 2015
- Posted by: LAZNas Chevron
- Category: Buletin PKBM BeeStar

Duri – Pendidikan adalah hak semua anak Bangsa Indonesia. Putra-putri pertiwi baik dari kalangan priayi maupun dari kaum kromo memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak. Ya, pendidikan yang layak. Lantas apa itu pendidikan yang layak? UUD 1945 pasal 28C Ayat 1 menyebut “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Jelas tertuang dalam konstitusi tertinggi Republik yang berusia 70 tahun ini bahwa pendidikan bukan sekedar memberikan anak asupan intelektual berupa ilmu exact atau teknik dan ilmu sosial belaka, namun juga pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan dasar yang dalam teori Hierarki Kebutuhan Maslow menempati posisi paling elementer dan memiliki porsi yang paling besar tidak mampu ditawar-tawar karena pemenuhannya bersifat mendesak.
“Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya,” tulis Maslow dalam beberapa buku karangannya.
Pendidikan anak bangsa hari ini seharusnya mengacu pada pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Hal ini ditegaskan Tan Malaka dalam kurikulum ynag dibuatnya pada Sekolah Sarekat Islam di Semarang. Dalam menyusun kurikulum, pejuang asal Pandan Gadang Sumatera Barat itu menekankan pada keterampilan mempertahankan hidup para anak muridnya.
Pemenuhan kebutuhan dasar sejatinya harus mampu dilakukan oleh seluruh anak Indonesia mengingat Indonesia dikaruniahi tanah yang begitu subur. Anak-anak Indonesia saat menginjak usia sekolah menengah pertama seharusnya sudah mampu menanam, membesarkan dan memanen tanaman pangan semisal singkong, sayur-sayuran dll. Ini merupakan hal sepele, namun keterampilan ini wajib hukumnya bagi kita yang tinggal di wilayah tropis.
Dalam buku Rekayasa Bencana Alam disebutkan bahwa pangan adalah salah satu senjata mematikan bagi bangsa-bangsa di dunia. Negara-negara adidaya hari ini sengaja menjauhkan pendidikan Indonesia dari kemampuan dasar bercocok tanam. Tujuannya jelas, mereka ingin Indonesia yang merupakan negara agraris menggantungkan pemenuhan kebutuhan pangannya kepada negara-negara lain semisal China, Amerika dll. Faktanya, impor singkong Indonesia sudah mencapai lebih dari 13 juta ton, belum lagi impor beras yang mencapai lebih dari 2 juta ton setiap tahunnya.
Kurikulum di Indonesia hari ini lebih menekankan menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu satu jam dari pada menyelesaikan kelaparannya dalam waktu 24 jam. Benar ungkapan yang menyatakan ‘Logika tak jalan tanpa logistik’. Kita sepakat bahwa hal yang membanggakan jika anak-anak pintar matematika dan fisika, tapi akan menjadi menyakitkan jika tanah yang subur ini akhirnya tidak dimanfaatkan kemudian menggantungkan pangan kepada negara asing yang sewaktu-waktu bisa saja membunuh seluruh warga negara.
Latar belakang tersebut membuat PKBM Bee Star berniat menjadikan para warga belajarnya mampu bertahan hidup kondisi apapun dengan keterampilan yang mereka miliki.
Keterampilan yang diberikan dalam hal ini adalah keterampilan bercocok tanam dengan sistem hidroponik. Kebutuhan akan sayur dan buah menjadi sangat seksi karena ketersidiaan lahan yang semakin sempit. Para konglomerat pemiliki lahan lebih tertarik menanami tanahnya dengan beton dari pada tanaman sayur atau buah. Hidroponik yang tidak membutuhkan lahan besar dirasa pas menjadi solusi sempitnya lahan pertanian hari ini.
Warga belajar PKBM Bee Star yang berasal dari kalangan kurang mampu, dididik dan diberi keterampilan hidroponik. Bukan sekedar memenuhi kebutuhan pangan, dengan bisnis hidroponik yang modalnya diberi oleh LAZNas melalui program Kelompok Usaha Mandiri (KUMi) para warga belajar hari ini sudah mampu membeli keperluan hidup mereka dengan hasil yang diperoleh dari bisnis yang berpusat di Jalan Aman Duri itu.
Mendirikan sebuah toko dengan nama Grow Shop, para warga belajar yang rata-rata berusia 21 tahun itu dengan sangat bersemangat mengerjakan pesanan rangkaian hidroponik pelanggan yang datang dari sekitar wilayah Kota Duri.
Berjalannya bisnis warga belajar itu tidak lepas dari peran tangan dingin Syahrul Ilham (28) yang dengan telaten mementori para warga belajar dalam memberikan kepuasan kepada konsumen. Menurut Ilham, pendampingan harus terus dilakukan untuk memastikan kualitas pelayanan.